Carilah informasi tentang landasan Sosial Budaya dan Landasan IPTEK bagi kativitas Bimbingan Karier (BK)!
a. Landasan Sosial Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
b. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal
Buatlah suatu instrument wawancara yang bertujuan untuk mengetahui motivasi, potensi bawaan, pengaruh lingkungan belajar?
Apa motivasi anda dalam belajar, sehingga anda dapat belajar dengan semangat, rajin dan sungguh-sungguh?
Pelajaran apa yang anda sukai, berkaitan juga dengan cita-cita anda masa depan?
Sejauh mana pengaruh lingkungan, mempengaruhi belajar anda? Atau bagaimana cara anda agar anda dapat focus dan konsentrasi dalam belajar?
Bagaimana keunikan atau cara belajar anda, sehingga anda mudah dalam menerima pelajaran?
Jelaskan teori belajar behaviorisme, kognitif, gestalt dan teori belajar alternative konstruktivisme?
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Menurut Ausubel, ada dua macam proses belajar yakni belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya perlu bila pembelajar mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian lamanya. Dengan cara demikian, pengetahuan pembelajar selalu diperbarui dan dikonstruksikan terus-menerus. Jelaslah bahwa teori belajar bermakna Ausubel bersifat konstruktif karena menekankan proses asimilasi dan asosiasi fenomena, pengalaman, dan fakta baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
Teori belajar Behaviorisme
behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.
Adapun tokoh-tokoh dalam teori belajar behavioristik:
Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Burrhus Frederic Skinner (1904- 1990)
Ivan Petrovich Pavlov (1849- 1936)
Robert Gagne (1916- 2002)
Albert Bandura (1925- masih hidup sampai sekarang)
Albert Bandura (1925- masih hidup sampai sekarang)
Albert Bandura (1925- masih hidup sampai sekarang)
Konsekuensinya teori behavioristik adalah para guru yang menggunakan paradigma behavioristik akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap shingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai
siswa disampaikan secara utuh oleh guru
Teori belajar Kognitif
Perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan
Teori belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
d. Teori Belajar alternatif Konstruktivisme
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Pembelajaran yang bersifat konstruktivisme melalui pendekatan konstektual merupakan bentuk yang paling tepat untuk memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan. Brooks (1993) menyatakan, siswa bisa membina makna tentang dunia dan semesta dengan cara menyintesiskan pengalaman baru yang mereka pahami sebelum mendapatkan input baru tersebut. Mereka membentuk peraturan atau hukum baru melalui refleksi tentang interaksi dengan objek atau ide yang diterimanya.Dengan demikian, para siswa akan mengintepretasikan apa yang mereka lihat sesuai peraturan atau hukum baru yang mereka bentuk itu. Atau, mereka akan menyesuaikan hasil sintesisnya agar bisa menerangkan maklumat baru dengan lebih baik. Artinya, input baru yang ada mampu disinkronkan dengan kehidupan mereka secara lebih aplikatif.Konsep konstruktivisme melalui pembelajaran kontekstual diharapkan bisa menjadi proses yang lebih luas bagi pengembangan pemahaman siswa, sehingga mereka mampu terlibat dalam proses higher-order thinking. Artinya, siswa bisa mentransformasikan berbagai informasi, fakta, dan ide untuk melakukan sintesis, generalisasi, penjelasan, hipotesis, kesimpulan, maupun interpretasi atas segala ilmu yang telah dipelajari.
Selasa, 29 April 2008
Selasa, 01 April 2008
perkembangan remaja SMA XII
Menanamkan Kepercayaan diri Siswa Dalam Usaha Pengembangan Karir Serta Pencapaian Kematangan Dalam Beriman dan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa (SMA kelas XII)
Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian, karena sifat-sifat khasnya dan karena peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. Banyak oramg yang berkata masa-masa paling indah, masa-masa di sekolah, dan masa-masa SMA adalah masa-masa yang paling indah, menarik, dan penuh warna. Pada masa-masa ini para remaja benar-benar mencari identitas dirinya, teman sebaya lebih berperan dominan dari pada orangtua bahkan keluarga, emosi para remaja umumnya belum stabil masih suka ikut-ikutan antar teman. Pada masa SMA, banyak sekali Banyak sekali kenangan-kenangan yang terukir, antara pengalaman, pengajaran, hubungan persahabatan, masalah percintaan dengan lawan jenis dan lain sebagainya.
Ciri-ciri perilaku yang sangat menonjol pada usia-usia ini terutama terlihat pada perilaku sosialnya. Dalam masa-masa ini teman sebaya teman sebaya punya arti yang sangat penting. Mereka ikut dalam klub-klub, klik-klik atau gang-gang sebaya yang perilaku dan nilai-nilai kolektifnya sangat mempengaruhi perilaku dan nilai-nilai individu yang menjadi anggotanya. Inilah proses di mana individu membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannnya bisa menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajarinya di rumah. Maka, pengawasan orang tua sangat perlu diperlukan karena masa-masa ini, adalah masa coba-coba, yaitu banyak sekali yang ingin dirasakan oleh remaja. Banyak orang yang mengkaitkan masa remaja dengan masalah-masalah narkoba, drugs dan lain sebagainya, karena memang banyak anak-anak SMA yang menjadi korban dan sasaran empuk bagi para pengedar narkoba.
Pada SMA kelas XII banyak sekali permasalahan-permasalahan yang muncul, pada masa ini adalah masa-masa kebimbangan bagi siswa, dikarenakan pada masa ini siswa akan dihadapkan pada ujian nasional, ujian nasional dengan nilai standar kelulusan yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun ini nilai rata-rata harus 5,00 dan itu harus lulus. Ujian yang benar-benar menjadi momok yang sangat menakutkan bagi siswa, karena siswa dituntut agar lulus dalam Ujian Nasional. Jika siswa tersebut tidak lulus maka siswa itu akan mengulang satu tahun lagi di bangku SMA. Para orangtua pun dibuat stres juga oleh karenanya, orangtua akan melakukan apapun asalkan anak mereka lulus dengan baik apalagi siswa yang harus bekerja dan belajar ekstra agar mereka mendapatkan nilai yang baik dan LULUS. Bahkan Ujian Nasional telah menjadi masalah yang sangat serius bagi pemerintah, peserta didik, pendidik, orangtua itu sendiri bahkan masyarakat umumnya.
Siswa SMA kelas XII, juga masa-masa yang membingungkan karena mereka dihadapkan pada beberapa pilihan: yaitu kuliah (bagi yang ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi), kursus, mengikuti dunia baru, yaitu dunia kerja (bagi yang ingin dan dituntut bekerja), atau tidak sedikit pula yang sudah diperintahkan oleh keluarganya agar menikah. Kaitannya bimbingan karir, maka sudah sangat jelas bahwa seorang siswa harus benar-benar dapat memilih apa yang harus ia kerjakan setelah lulus SMU. Mau ke mana selepas SMU? Tentu ini adalah masalah yang sangat perlu mendapat perhatian khusus, karena ini menyangkut masa depan bagi anak tersebut.
Solusinya, perlunya kerja sama antara guru dan orang tua dalam memotivasi siswa, pada masa-masa ini siswa sangat membutuhkan dorongan, motivasi yang dapat menyemangatkan anak, tanamkan kepercayaan, keyakinan serta dukungan terus menerus kepada anak bahwa mereka BISA dan PASTI BISA!! Melewati masa-masa ujian, beri kesadaran, bahwa Ujian Nasional bukanlah suatu pemaksaan tetapi sesuatu yang harus dilewati oleh setiap siswa untuk mengukur kualitas pendidikan itu sendiri. Perintahkan anak agar belajar lebih giat dan terus berdoa kepada Allah SWT, tanamkan bahwa Allah akan mengabulkan apa saja yang di inginkan oleh hambanya. Seperti firman Allah ”ud unii astajib lakum (berdoalah kepadaku maka aku akan mengabulkan doamu).” Karena doa merupakan senjata diatas senjata yang dapat mengalahkan apa pun. Dan juga, diperlukan tindakan orang tua untuk mengarahkan mau ke mana, dan mau jadi apa sang anak. Jika anak belum tahu mau jadi apa kelak, maka orangtua hendaknya memberikan pengarahan-pengarahan yang baik kepada anak, sesuai dengan minat dan bakat sang anak, tumbuhkan kepercayaaan kepada anak. Jika, anak tersebut sudah tahu ingin menjadi apa kelak, jika memang itu yang di minati oleh nya maka berilah dukungan penuh kepadanya, bantu ia dalam mewujudkan cita-citanya.
Pendidikan agama sangat penting diajarkan kepada siswa sejak dini karena, ini menyangkut dengan keimanan, dan ketaqwaan yang berhubungan dengan Allah SWT. karena itu perlu kerja sama antara 3 komponen, yaitu sekolah, orang tua dan masyarakat dalam kehidupan agama siswa dalam rangka mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena 3 komponen itu sangat berperan dalam membentuk kepribadian siswa.contohnya, para orangtua memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada anak dan hendaknya benar-benar memberikan contoh yang baik kepada anak secara fakta (bukan OMDO, omong doang), seperti menjalankan shalat 5 waktu, berakhlak yang baik dsb. Di sekolah, lebih diperbanyak aktivitas-aktivitas keagamaan, seperti pelajaran agama, merayakan hari-hari besar keagamaan, mendisiplinkan adanya tadarus (membaca Al Qur’an) sebelum di mulai pelajaran, diadakan sholat dhuha secara bergiliran tiap kelas, dan lingkungan masyarakat yang baik, yang agamis juga sangat berpengaruh membentuk kepribadian siswa.
Dalam pendidikan agama hendaknya diusahakan agar ajaran-ajaran agama tidak hanya diketahui, melainkan Juga supaya benar-benar dipahami dan dihayati, sehingga menimbulkan keinginan besar untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa sehingga keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa benar-benar kokoh dan tidak akan pernah pudar walau dengan apapun dan kondisi yang bagaimanapun.
sumber
Soepartinah Pakasi, Anak dan Perkembangannya, 1985, Jakarta: PT Gramedia.
Sumadi Suryabrata, Perkembangan Individu, 1982, Jakarta: CV. Rajawali.
Irwanto, Psikologi Umum, 2002, Jakarta: Prenhallindo.
Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian, karena sifat-sifat khasnya dan karena peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. Banyak oramg yang berkata masa-masa paling indah, masa-masa di sekolah, dan masa-masa SMA adalah masa-masa yang paling indah, menarik, dan penuh warna. Pada masa-masa ini para remaja benar-benar mencari identitas dirinya, teman sebaya lebih berperan dominan dari pada orangtua bahkan keluarga, emosi para remaja umumnya belum stabil masih suka ikut-ikutan antar teman. Pada masa SMA, banyak sekali Banyak sekali kenangan-kenangan yang terukir, antara pengalaman, pengajaran, hubungan persahabatan, masalah percintaan dengan lawan jenis dan lain sebagainya.
Ciri-ciri perilaku yang sangat menonjol pada usia-usia ini terutama terlihat pada perilaku sosialnya. Dalam masa-masa ini teman sebaya teman sebaya punya arti yang sangat penting. Mereka ikut dalam klub-klub, klik-klik atau gang-gang sebaya yang perilaku dan nilai-nilai kolektifnya sangat mempengaruhi perilaku dan nilai-nilai individu yang menjadi anggotanya. Inilah proses di mana individu membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannnya bisa menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajarinya di rumah. Maka, pengawasan orang tua sangat perlu diperlukan karena masa-masa ini, adalah masa coba-coba, yaitu banyak sekali yang ingin dirasakan oleh remaja. Banyak orang yang mengkaitkan masa remaja dengan masalah-masalah narkoba, drugs dan lain sebagainya, karena memang banyak anak-anak SMA yang menjadi korban dan sasaran empuk bagi para pengedar narkoba.
Pada SMA kelas XII banyak sekali permasalahan-permasalahan yang muncul, pada masa ini adalah masa-masa kebimbangan bagi siswa, dikarenakan pada masa ini siswa akan dihadapkan pada ujian nasional, ujian nasional dengan nilai standar kelulusan yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun ini nilai rata-rata harus 5,00 dan itu harus lulus. Ujian yang benar-benar menjadi momok yang sangat menakutkan bagi siswa, karena siswa dituntut agar lulus dalam Ujian Nasional. Jika siswa tersebut tidak lulus maka siswa itu akan mengulang satu tahun lagi di bangku SMA. Para orangtua pun dibuat stres juga oleh karenanya, orangtua akan melakukan apapun asalkan anak mereka lulus dengan baik apalagi siswa yang harus bekerja dan belajar ekstra agar mereka mendapatkan nilai yang baik dan LULUS. Bahkan Ujian Nasional telah menjadi masalah yang sangat serius bagi pemerintah, peserta didik, pendidik, orangtua itu sendiri bahkan masyarakat umumnya.
Siswa SMA kelas XII, juga masa-masa yang membingungkan karena mereka dihadapkan pada beberapa pilihan: yaitu kuliah (bagi yang ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi), kursus, mengikuti dunia baru, yaitu dunia kerja (bagi yang ingin dan dituntut bekerja), atau tidak sedikit pula yang sudah diperintahkan oleh keluarganya agar menikah. Kaitannya bimbingan karir, maka sudah sangat jelas bahwa seorang siswa harus benar-benar dapat memilih apa yang harus ia kerjakan setelah lulus SMU. Mau ke mana selepas SMU? Tentu ini adalah masalah yang sangat perlu mendapat perhatian khusus, karena ini menyangkut masa depan bagi anak tersebut.
Solusinya, perlunya kerja sama antara guru dan orang tua dalam memotivasi siswa, pada masa-masa ini siswa sangat membutuhkan dorongan, motivasi yang dapat menyemangatkan anak, tanamkan kepercayaan, keyakinan serta dukungan terus menerus kepada anak bahwa mereka BISA dan PASTI BISA!! Melewati masa-masa ujian, beri kesadaran, bahwa Ujian Nasional bukanlah suatu pemaksaan tetapi sesuatu yang harus dilewati oleh setiap siswa untuk mengukur kualitas pendidikan itu sendiri. Perintahkan anak agar belajar lebih giat dan terus berdoa kepada Allah SWT, tanamkan bahwa Allah akan mengabulkan apa saja yang di inginkan oleh hambanya. Seperti firman Allah ”ud unii astajib lakum (berdoalah kepadaku maka aku akan mengabulkan doamu).” Karena doa merupakan senjata diatas senjata yang dapat mengalahkan apa pun. Dan juga, diperlukan tindakan orang tua untuk mengarahkan mau ke mana, dan mau jadi apa sang anak. Jika anak belum tahu mau jadi apa kelak, maka orangtua hendaknya memberikan pengarahan-pengarahan yang baik kepada anak, sesuai dengan minat dan bakat sang anak, tumbuhkan kepercayaaan kepada anak. Jika, anak tersebut sudah tahu ingin menjadi apa kelak, jika memang itu yang di minati oleh nya maka berilah dukungan penuh kepadanya, bantu ia dalam mewujudkan cita-citanya.
Pendidikan agama sangat penting diajarkan kepada siswa sejak dini karena, ini menyangkut dengan keimanan, dan ketaqwaan yang berhubungan dengan Allah SWT. karena itu perlu kerja sama antara 3 komponen, yaitu sekolah, orang tua dan masyarakat dalam kehidupan agama siswa dalam rangka mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena 3 komponen itu sangat berperan dalam membentuk kepribadian siswa.contohnya, para orangtua memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada anak dan hendaknya benar-benar memberikan contoh yang baik kepada anak secara fakta (bukan OMDO, omong doang), seperti menjalankan shalat 5 waktu, berakhlak yang baik dsb. Di sekolah, lebih diperbanyak aktivitas-aktivitas keagamaan, seperti pelajaran agama, merayakan hari-hari besar keagamaan, mendisiplinkan adanya tadarus (membaca Al Qur’an) sebelum di mulai pelajaran, diadakan sholat dhuha secara bergiliran tiap kelas, dan lingkungan masyarakat yang baik, yang agamis juga sangat berpengaruh membentuk kepribadian siswa.
Dalam pendidikan agama hendaknya diusahakan agar ajaran-ajaran agama tidak hanya diketahui, melainkan Juga supaya benar-benar dipahami dan dihayati, sehingga menimbulkan keinginan besar untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa sehingga keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa benar-benar kokoh dan tidak akan pernah pudar walau dengan apapun dan kondisi yang bagaimanapun.
sumber
Soepartinah Pakasi, Anak dan Perkembangannya, 1985, Jakarta: PT Gramedia.
Sumadi Suryabrata, Perkembangan Individu, 1982, Jakarta: CV. Rajawali.
Irwanto, Psikologi Umum, 2002, Jakarta: Prenhallindo.
Langganan:
Postingan (Atom)